JIKA semua manusia berpikir sama,
maka tak ada perang. Jika semua manusia berpikir baik, maka tak akan penuh sel-sel
penjara. Jika semua orang menafsir satu persoalan dari sisi yang sama, maka tak
akan ada perbedaan pendapat. Beda pendapat, beda sudut pandang, satu hal yang
wajar. Namun, beda pendapat berdampak pada putusnya silaturahmi antar manusia, ini
sangat disayangkan.
Satu hari, ketika kecil saya menonton
sebuah film India. Waktu itu, televisi masih berwarna hitam dan putih.
Aktornya, Amitha Bachan. Dalam film itu disebutkan, Amitha Bachan berperan
sebagai inspektur polisi. Kakeknya dibunuh oleh penjahat. Ayahnya, lalu
menghabisi gerombolan kartel narkoba yang membunuh sang kakek. Pada akhirnya,
Ayahnya ditahan di jeruji besi. Saat itu, baru empat orang kawanan perampok
yang berhasil diringkus. Sisanya, tiga lagi masih menghirup udara bebas. Sang Ayah, kabur dari penjara. Dia menjadi
buron kalangan polisi di India.
Amitha Bachan ditugaskan
untuk menangkap ayahnya sendiri. Dilematis. Saat bertemu dengan Ayahnya, Amitha
Bachan, meminta ayahnya menyerahkan diri. Soal dendam, biarlah polisi yang
mengurus. Sesuai dengan aturan yang ada. Lalu, Amitha Bachan memberikan koin
yang bertuliskan nomor sembilan. Mereka berhadapan. Dari sisi Amitha Bachan
koin itu tertulis nomor sembilan, sedangkan dari sisi putranya tertulis nomor
enam. Ini dua sisi yang berbeda. Artinya, satu benda jika dilihat dari arah berbeda, maka hasilnya berbeda pula.
Ini pula soal hidup. Banyak orang tak bisa memahami
perbedaan sudut pandang. Manusia selalu ego, membenarkan sudut pandangnya
sendiri. Menyalahkan sudut pandang orang lain. Bahkan, tak jarang, perbedaan
sudut pandang ini memantik permusuhan. Ini tidak baik, marilah menghargai
perbedaan. Beda tafsir, jangan membuat kita saling bermusuhan. Mari saling
menghargai sudut pandang orang lain
Post a Comment