Belajar dari Buku Ainun & Habibie

Saturday, February 2, 20131comments


“Terima kasih Allah, ENGKAU telah lahirkan Saya untuk Ainun dan Ainun untuk Saya. Terima kasih Allah, Engkau sudah mempertemukan Saya dengan Ainun dan Ainun dengan Saya....."

Kalimat itu ditulis Mantan Presiden RI, Habibie dalam bukunya Ainun & Habibie. Saya membaca buku itu sekitar enam bulan lalu. Awalnya, iseng saya membeli buku ini di salah satu toko buku di Lhokseumawe. Saya tidak pernah berpikir, bahwa Mantan Menteri Negera Riset dan Teknologi 1978-Maret 1998 itu mampu menulis sebagus itu dan seindah itu. Tentu editor berperan mempermak naskah itu menjadi sangat Indah.

Saya sempat berpikir, Habibie yang sepanjang hidupnya sibuk dibidang teknologi rekayasa pesawat terbang tidak bisa menulis sastra. Menulis kisah hidupnya secara mengalir. Lengkap dengan tanggal dan tahun kejadian rangkaian peristiwa itu. Jarang-jarang saya membaca buku lengkap dengan tanggal dan tahun kejadian. Umumnya, buku biografi hanya memuat tahun kejadian. Namun, dalam buku itu, Habibie lebih detail mengungkapkan tanggalnya.

Habibie juga jujur mengungkapkan bahwa dia pernah melewati masa-masa sulit selama berada Aahen, Jerman. Lalu, perlahan namun pasti, dia terus belajar, gigih berusaha dan membuka jaringan dengan perusahaan Jerman, maka Habibie pun menjadi tokoh penting dalam industri pesawat terbang di Jerman dan dunia.

Pria yang lahir di Parepara, Sulawesi Selatan itu menunjukkan sisi manusiawi seorang ilmuan. Sisi romantis seorang mantan pejabat negara, pernah menjadi orang nomor satu di negeri ini.

Romantis, manusiawi. Habibie menunjukkan perhatian penuh terhadap istri dan anaknya. Sesibuk apa pun, Habibie tetap berkomunikasi dengan Almh Ainun melalui telepon atau handphone.

Setelah tiga tahun, Almh Ainun tidak berada disisinya, toh Habibie masih menjadi bapak bangsa. Mantan Wakil Presiden 4 Maret 1998-21 Mei 1998 ini kini menghabiskan waktunya dengan menulis. Bahkan, Habibie memilih menulis buku untuk mengatasi kerinduannya terhadap sang istri. Menghilangkan trauma kehilangan orang yang dicintainya lewat tulisan-tulisannya. Kini, kita sadar, menulis itu menyehatkan.

Selain itu, poin penting dari buku Habibie, bahwa cinta perlu dijaga, dipupuk, dan disiram. Bahwa cinta juga butuh perawatan. Seperti tanaman butuh perawatan, air, dan pupuk. Cinta, perlu dijaga. Agar utuh, awet dan bertahan hingga nafas tak berhembus. Kita beruntung memperlajari makna cinta dari seorang bapak bangsa dan ahli teknologi rekayasa pesawat terbang. 
Share this article :

+ comments + 1 comments

February 4, 2013 at 4:42 AM

salah satu kisah insprirasi dari pemimpin negara di RI :)

Post a Comment

 
Support : Creating Website | By Safrizal
Copyright © 2012. :: cerita tentang aceh:: - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger