Sehari di Kutacane

Tuesday, October 23, 20122comments

PERJALANAN menuju Kutacane, Aceh Tenggara, memang sangat melelahkan, Sabtu, 20 Oktober 2012. Perjalanan kali ini, saya mengemban misi membawa Ayah yang baru saja keluar dari Rumah Sakit Adam Malik, Medan, Sumatera Utara. Ayah saya, ditabrak oleh seorang remaja sebulan lalu. Dia harus menjalani dua operasi pada kaki dan tangan kiri. Perjalanan menuju Kutacane, saya ditemani oleh dua abang saya, Samsul Amar, dan Muhammad Hatta. Sangat melelahkan. Kami menempuh rute dari Medan menuju Sibolangit, Brastagi, Kabanjahe, Tiga Binaga, dan Kutacane.

Sepanjang jalan, petani bunga dan buah berada disisi kiri-kanan jalan. Bunga warna merah, kuning, putih ditata api. Sebagian petani sedang memanen bunga, dan sebagian lainnya sedang memanen buah jeruk. Di Kecamatan Munthe, Kabupaten Tanah Karo, saya singgah untuk merasakan sejuknya aroma kota itu. Sembari menikmati jeruk rasa asam-manis. Sebagian asam, dan sebagian manis.

Menyempatkan diri foto di kota yang didominasi penduduk beragama Kristen ini. Sembari menikmati jeruk, kami berfoto membelakangi gunung menjulang. Jalan berliku, berkelok-kelok dan rusak parah sangat sulit dilalu. Jalan berkelok bisa mengocok isi perut. Sebagian dari kami muntah, tak tahan dengan kocokan alam tersebut. Jalan itu dibangun oleh nenek moyang kita, dibawah tekanan Belanda. Sampai saat ini, belum ada jalan yang lebih bagus dibanding jalan yang dibuat pada masa Belanda tersebut.

Idealnya Medan-Kutacane ditempuh enam jam. Namun, karena kondisi jalan rusak parah, kami terpaksa menempuhnya delapan jam. Tiba di Kutacane sekitar pukul 16.00 WIB.

Ikan Mas
Kota ini dikenal sebagai penghasil ikan mas. Kami pun menikmati ikan mas, dari kepala, bodi, dan ekor ikan. Ada yang dilemak, ada pula yang digoreng. Rasanya gurih, dan nikmat sekali.

Jika dijual di warung makan,sepotong ikan mas goreng atau lemak dijual Rp 10.000. Harga yang terbilang mahal. Namun, mahal itu sebanding dengan gurihnya ikan tersebut. Tahun 2007, saya pernah mengunjungi kota itu. Kini, perlahan kota mulai berubah. Misalnya, jalan dua jalur, dari Biak Moli sampai pusat kota.

Jalan ini sepertinya untuk menekan angka kecelakaan lalu lintas. Dulu, jalan dalam kota hanya satu jalur. Akibatnya, kecelakaan terjadi saban hari. Kini, mulai membaik.

Kuda
Saya sempat mengunjungi Sungai Alas. Sungai terpanjang yang dimiliki Provinsi Aceh. Sungai ini banyak digunakan sebagai ajang arung jeram. Aliran sungai sangat deras dan jernih. Sembari menikmati aliran sungai. Sekitar delapan remaja menunggangi kuda. Mereka bermain, dan tertawa ria. Luar biasa. Kota ini memiliki kekayaan alam yang luar biasa. Sayangnya, kuda tersebut belum menjadi ikon tujuan wisata di kota itu.

Tak Ada Souvenir
Saya mencoba mencari souvenior khas kota tersebut. Be\berapa toko kami kunjungi. Sayangnya, tak ada toko yang menjual souvenir khas Aceh Tenggara. Souvenir yang ditawarkan umumnya berasal dari Aceh Utara, seperti tas Aceh, baju kaos dengan tulisan Aceh dan lain sebagainya. Sementara khas Kutacane nihil. Kota ini belum siap menjadi kota wisata.

Pemerintah Aceh Tenggara sudah sepatutnya memanfaatkan kekayaan alam menjadi tujuan wisata. Sehingga,PAD tak hanya berasal dari sektor pertanian, namun juga dari sektor wisata. Kita tunggu, gebrakan bupati baru kabupaten itu, Hasanuddin Darjo.
masriadi sambo—



Share this article :

+ comments + 2 comments

Anonymous
December 10, 2012 at 3:47 AM

Adakah penginapan di kotanya?

January 3, 2013 at 7:16 AM

IJIN SHARE BANG...

Post a Comment

 
Support : Creating Website | By Safrizal
Copyright © 2012. :: cerita tentang aceh:: - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger