MALAM ini, kau tertidur pulas. Beberapa kali dicium
ibumu, kau tetap tidak bergerak. Sangat pulas. Malam ini, jam menunjukkan tepat
angka 12.00 tengah malam. Orang menyebutkan pukul 24.00 WIB. Aku dan ibumu,
mendiskusikan tentang keinginanku Adong-nenekmu—naik haji.
Sebelumnya,
September 2012, aku dan ibumu sudah mendiskusikan masalah ini. Ibumu setuju
kami mencari uang untuk membayar ongkos naik haji (ONH) Adong. Gajiku dan gaji ibumu tentu tak cukup untuk
membayar ONH itu. Gajiku hanya cukup buat beli susumu, membayar orang yang menjagamu, plus menutupi kebutuhan dapur
kita selama sebulan. Sedangkan gaji ibumu juga tak seberapa. Setara upah
minimum provinsi (UMP). Memang tak cukup. Tapi, sebagai manusia, aku dan ibumu,
kau juga nanti harusnya bersyukur atas pemberian Tuhan. Sang pencipta sudah
berbaik hati memberi kita rezeki dan pekerjaan. Kau tahu, masih banyak
pengangguran di negeri ini.
Arza,
malam ini kami mendiskusikan lagi tentang bagaimana caranya mengumpulkan uang
untuk ONH Adong. Sejak September sampai sekarang kami mencari uang buat bayar
ONH itu dari hasil lomba. Dari beberapa lomba yang kuikuti, ada yang menang dan
ada juga yang kalah. Uang menang itu kita kumpulkan buat Adong naik haji. Sampai sekarang, uangnya baru Rp 3,5
juta. Disimpan pada rekening khusus. Jika sudah mencukupi, kami baru
menyetornya buat ONH Adong. Artinya, uang itu jauh dari kata cukup. Tahun ini,
kabar yang kudengar ONH sekitar Rp 45 juta.
Niat
agar Adong naik haji ini bukan karena aku dan ibumu menonton film di bioskop dengan
judul Emak Ingin Naik Haji itu. Bukan. Niat ini murni, sejak lajang dan aku
belum mengenal ibumu, aku ingin Adong naik haji sebelum beliau meninggal dunia.
Menghembuskan nafas terakhir dan menghadap sang pencipta.
Beruntung,
ibumu mendukung niatku. Dia juga yang membuatkan nomor rekening khusus untuk
tabungan ONH Adong. Kami belum menceritakan ini pada Adong. Tapi, aku dan ibumu sudah minta do’a dari Adong
agar mudah rezeki dan kami bisa menghajikan Adong. Adong senang betul saat mendengar kami minta
didoakan agar rezeki lancar dan bisa membayar ONH itu.
Rencana
berikutnya, setelah Adong naik haji, maka giliran Andong-nenek dari ibumu—yang
kita naik kan haji. Setelah itu, barulah lapang dada ini.
Karena, kedua mereka telah berhaji. Namun, ini buat Adong saja kami belum punya cukup uang Za. Kau bantu
berdo’a, agar kita mendapat rezeki buat bayar ONH.
Tak
apa-apa lah kita masih tinggal di rumah papan yang sejuk ini. Kami sepakat tak
membangun rumah beton dan berlantai keramik dulu. Setelah Adong dan Andong
berhaji, kita baru bangun rumah.
Kami
terus berupaya Za. Mengikuti sejumlah lomba. Jika menang, uangnya langsung kita
tabung buat Adong naik haji.
Suara
rengekanmu pelan. Haus. Meminta susu. Tak usah kau ikut berpikir soal Adong naik haji. Kau tidur saja. Kau bantu do’a saja.
Biar aku dan ibumu yang memikirkan ini. Semoga diskusi ini didengar Allah, dan
mengabulkan niat baik aku dan ibumu Za.
sudut kantor | 03092013
Post a Comment