Penyiar Radio

Tuesday, September 10, 20130 comments

Saya percaya dalam dunia ini tidak ada kebetulan. Arah hidup harus direncanakan. Dulu, ketika duduk di kelas satu SMKN 1 Kutacane, Aceh Tenggara, saya mulai menulis puisi dan cerita pendek. Saya beli buku khusus setebal 120 halaman untuk menulis seluruh cerita dan puisi. Temanya beragam. Bisa tentang cinta remaja, kegiatan sekolah dan lain sebagainya. Kakak saya menyebut buku ini buku keramat. Sehingga, tak seorang pun bisa membuka buku itu kecuali saya. Sekali waktu, kakak saya membuka buku itu. Di situ, dia membaca berbagai jenis cerita yang saya tulis. Komentarnya singkat. Lanjutkan.

Naik kelas dua SMKN 1 Kutacane. Saya mulai bekerja di Radio Deni Bama FM. Saat itu,kantornya masih di Prapat Hilir, Kutacane. Saya mengelola program siaran pukul 15.00-17.00 WIB. Ya, setelah pulang sekolah. Waktu itu, pemilik radio itu Anil Huda.

Gaya siaranmu bagus. Tidak kaku. Tapi, perlu belajar. Penyiar tak cukup jago ngomong. Tapi, harus pintar menulis juga,” kata Anil.

Apa hubungannya ngomong dan nulis ? Saat ini, program siaran masih mengandalkan penjualan kupon. Dalam kupon radio tertulis dari, kepada siapa, lagu apa, dan ucapannya apa. Terkadang, si penulis kupon ini menulis sesuka hatinya. Bukan hanya tulisannya jelek dan sulit dibaca, tapi isinya pun terkadang sangat tidak etis. Nah, fungsi penyiar menjadi filter isi tulisan dalam kupon itu.

Lalu, satu hari seorang pemasang iklan datang ke radio kami. Dia menawarkan program kerjasama untuk program siaran pukul 15.00 WIB. Disela-sela pembacaan kupon diminta dimasukkan imbauan agar menjauhi seks bebas dan bahaya HIV/AIDS. Dia meminta, pengelola radio membuat proposal kerjasama. Termasuk berapa besaran biaya yang dibutuhkan untuk program itu selama setahun. Apa pentingnya program itu disiarkan melalui radio tempat saya bekerja dan lain sebagainya.

Anil, bos saya, kala itu menyuruh saya membuat proposal itu. Terang saja. Anak SMK kelas dua disuruh buat proposal program radio mana bisa? “Buat saya dulu, nanti abang koreksi,” kata Anil.

Saya sampai tak bisa tidur gara-gara tugas membuat proposal itu. Dua hari kemudian, Anil menagih proposal itu. Saya menunjukkan selembar kertas plus judul proposal yaitu ‘Proposal Program Radio Deni Bama FM” begitu kira-kira judul proposal itu. Tanpa isi, tanpa pengantar apalagi detail kebutuhan biaya.

“Inilah yang saya maksud, tidak cukup pintar ngomong saja di radio ini. Perlu jago nulis juga,” kata Anil. Syukur, si bos ini tidak marah. Semalaman dia duduk di depan komputer. Saya di sampingnya. Melihat dia menulis tanpa harus melihat ke keyboard komputer, tulisannya mengalir, otaknya penuh dengan ide dan gagasan. Otak sebagai pusat aktivitas pikiran, memang harus dipenuhi berbagai pengetahuan. Sehingga, mudah mentransfer pikiran itu dalam bentuk tulisan.

Sejak saat itu, saya bukan hanya menjadi penyiar di radio itu. sekaligus belajar menulis juga. Ya menulis berbagai macam bentuk, baik itu ringkasan program radio, merancang program radio, iklan dan sebagainya.

Dua tahun juga saya bekerja di radio itu. Setelah tamat, ibu saya mengintruksikan untuk kuliah. Sejujurnya, darah muda saya ingin merantau saja. Ya, cita-cita menjadi pengusaha terlanjur nempel di dada.

Hormat pada intruksi ibu, saya berangkat ke Lhokseumawe. Mendaftar di Universitas Malikussaleh. Ada dua jurusan yang saya pilih dalam program penerimaan mahasiswa baru yaitu jurusan ekonomi manajemen dan ilmu administrasi negara. Hasil seleksi mahasiswa baru diumumkan persis di depan kampus Lancang Garam, Lhokseumawe.

Ternyata, nama saya tidak ditempel pada papan pengumuman di depan kampus. Saya tidak lulus untuk kedua jurusan yang saya pilih. Tapi, kabar baiknya, nama saya tertempel pada kategori lulus cadangan di samping kanan kampus. Tertulis di situ jurusan ilmu komunikasi.

Saat awal kuliah, seorang dosen menyatakan bahwa lapangan kerja lulusan ilmu komunikasi itu adalah penyiar radio, jurnalis, anchor televisi dan lain sebagainya. Nah, inilah yang saya yakini tidak ada kebetulan di dunia ini. Saya gemar menulis, pernah juga menjadi penyiar. Lulus pula di jurusan yang mempelajari kedua bidang itu. Saya atas izin Tuhan sejak awal telah merancang ingin mempelajari media. Baik itu itu media cetak atau elektronik dan siber. Pepatah bijak mengatakan pucuk dicinta ulam pun tiba. Hehehe.



Share this article :

Post a Comment

 
Support : Creating Website | By Safrizal
Copyright © 2012. :: cerita tentang aceh:: - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger