Saya
percaya dalam dunia ini tidak ada kebetulan. Arah hidup harus direncanakan.
Dulu, ketika duduk di kelas satu SMKN 1 Kutacane, Aceh Tenggara, saya mulai
menulis puisi dan cerita pendek. Saya beli buku khusus setebal 120 halaman
untuk menulis seluruh cerita dan puisi. Temanya beragam. Bisa tentang cinta
remaja, kegiatan sekolah dan lain sebagainya. Kakak saya menyebut buku ini buku
keramat. Sehingga, tak seorang pun bisa membuka buku itu kecuali saya. Sekali
waktu, kakak saya membuka buku itu. Di situ, dia membaca berbagai jenis cerita
yang saya tulis. Komentarnya singkat. Lanjutkan.
Naik
kelas dua SMKN 1 Kutacane. Saya mulai bekerja di Radio Deni Bama FM. Saat
itu,kantornya masih di Prapat Hilir, Kutacane. Saya mengelola program siaran pukul
15.00-17.00 WIB. Ya, setelah pulang sekolah. Waktu itu, pemilik radio itu Anil
Huda.
“Gaya siaranmu bagus. Tidak kaku. Tapi, perlu belajar.
Penyiar tak cukup jago ngomong. Tapi,
harus pintar menulis juga,” kata Anil.
Apa
hubungannya ngomong dan nulis ? Saat
ini, program siaran masih mengandalkan penjualan kupon. Dalam kupon radio
tertulis dari, kepada siapa, lagu apa, dan ucapannya apa. Terkadang, si penulis
kupon ini menulis sesuka hatinya. Bukan hanya tulisannya jelek dan sulit
dibaca, tapi isinya pun terkadang sangat tidak etis. Nah, fungsi penyiar
menjadi filter isi tulisan dalam kupon itu.
Lalu,
satu hari seorang pemasang iklan datang ke radio kami. Dia menawarkan program
kerjasama untuk program siaran pukul 15.00 WIB. Disela-sela pembacaan kupon
diminta dimasukkan imbauan agar menjauhi seks bebas dan bahaya HIV/AIDS. Dia
meminta, pengelola radio membuat proposal kerjasama. Termasuk berapa besaran
biaya yang dibutuhkan untuk program itu selama setahun. Apa pentingnya program
itu disiarkan melalui radio tempat saya bekerja dan lain sebagainya.
Anil,
bos saya, kala itu menyuruh saya membuat proposal itu. Terang saja. Anak SMK
kelas dua disuruh buat proposal program radio mana bisa? “Buat saya dulu, nanti
abang koreksi,” kata Anil.
Saya
sampai tak bisa tidur gara-gara tugas membuat proposal itu. Dua hari kemudian,
Anil menagih proposal itu. Saya menunjukkan selembar kertas plus judul proposal
yaitu ‘Proposal Program Radio Deni Bama FM” begitu kira-kira judul proposal
itu. Tanpa isi, tanpa pengantar apalagi detail kebutuhan biaya.
“Inilah
yang saya maksud, tidak cukup pintar ngomong
saja di radio ini. Perlu jago nulis juga,”
kata Anil. Syukur, si bos ini tidak marah. Semalaman dia duduk di depan
komputer. Saya di sampingnya. Melihat dia menulis tanpa harus melihat ke
keyboard komputer, tulisannya mengalir, otaknya penuh dengan ide dan gagasan.
Otak sebagai pusat aktivitas pikiran, memang harus dipenuhi berbagai
pengetahuan. Sehingga, mudah mentransfer pikiran itu dalam bentuk tulisan.
Sejak
saat itu, saya bukan hanya menjadi penyiar di radio itu. sekaligus belajar
menulis juga. Ya menulis berbagai macam bentuk, baik itu ringkasan program
radio, merancang program radio, iklan dan sebagainya.
Dua
tahun juga saya bekerja di radio itu. Setelah tamat, ibu saya mengintruksikan
untuk kuliah. Sejujurnya, darah muda saya ingin merantau saja. Ya, cita-cita
menjadi pengusaha terlanjur nempel di
dada.
Hormat
pada intruksi ibu, saya berangkat ke Lhokseumawe. Mendaftar di Universitas
Malikussaleh. Ada dua jurusan yang saya pilih dalam program
penerimaan mahasiswa baru yaitu jurusan ekonomi manajemen dan ilmu administrasi
negara. Hasil seleksi mahasiswa baru diumumkan persis di depan kampus Lancang
Garam, Lhokseumawe.
Ternyata,
nama saya tidak ditempel pada papan pengumuman di depan kampus. Saya tidak
lulus untuk kedua jurusan yang saya pilih. Tapi, kabar baiknya, nama saya
tertempel pada kategori lulus cadangan di samping kanan kampus. Tertulis di
situ jurusan ilmu komunikasi.
Saat
awal kuliah, seorang dosen menyatakan bahwa lapangan kerja lulusan ilmu
komunikasi itu adalah penyiar radio, jurnalis, anchor televisi dan lain
sebagainya. Nah, inilah yang saya yakini tidak ada kebetulan di dunia ini. Saya
gemar menulis, pernah juga menjadi penyiar. Lulus pula di jurusan yang
mempelajari kedua bidang itu. Saya atas izin Tuhan sejak awal telah merancang
ingin mempelajari media. Baik itu itu media cetak atau elektronik dan siber.
Pepatah bijak mengatakan pucuk dicinta ulam pun tiba. Hehehe.
Post a Comment