Alhamdulillah, hari ini, panitia lomba menulis untuk blogger dua tahun pemerintahan ZIKIR (Zaini-Muzakkir) mengumumkan naskah yang saya kirim menempati posisi juara harapan dua. Tahun lalu, dalam lomba blogger untuk Visit Aceh Year tulisan saya di blog juga meraih juara harapan dua. Artinya, dalam laman blog www.dimas-sambo.blogspot.com, sudah dua kali meraih juara dua.
Selama ini, saya mengelola dua blog. Satu lagi
dengan laman www.dimassambo.blogspot.com.
Laman ini tak pernah saya ikutkan dalam lomba. Saya berusaha membiasakan diri
menulis catatan di blog. Temanya berbagai macam. Ada yang serius, ada pula
sekadar catatan nasehat untuk anak saya yang kini berusia dua tahun.
Inilah tulisan yang meraih juara harapan
satu dalam lomba blog ZIKIR tersebut.
===
Dua Tahun Doto
dan Mualem !
Pengumuman Lomba |
Ibarat membuka lahan baru, selama dua
tahun ini duet yang diusung Partai Aceh itu baru menebas jalan setapak.
Menyiapkan jalan masuk ke areal lahan, lalu menerabas hutan, membakar ranting
dan kayu agar bisa mencangkul tanah dan menanam aneka tumbuhan. Pada akhirnya
bisa memetik tanaman yang bernilai ekonomis. Masih banyak tahapan yang harus
dikerjakan.
Sebagai pimpinan tertinggi di Aceh,
kedua pimpinan ini harus rajin mengevaluasi kinerja kabinetnya. Agar berjalan
sesuai intruksi dan di atas rel yang benar serta sesuai perencanaan. Kebijakan
tanpa evaluasi dan pengawasan sama dengan membakar uang rakyat di tumpukan
sampah. Mubazir.
Beberapa hal yang harus dievaluasi
misalnya, bagaimana progres ekspor-impor melalui Pelabuhan Krueng Geukuh Aceh
Utara dan Pelabuhan Malahayati Banda Aceh? Dua pelabuhan berstatus
internasional itu masih dibalut sunyi. Kapal seakan enggan bersandar. Padahal, Kementerian
Perdagangan RI telah member izin impor lima barang tertentu yaitu elektronik,
tekstil, pakaian, serta makanan dan minuman via Pelabuhan Krueng Geukuh.
Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan RI No 61/M/DAG/PER/9/2013 ada 840
item barang yang bisa masuk ke Aceh lewat pelabuhan yang terletak di Aceh Utara
itu.
Tentu, tak mudah mendapatkan izin
impor barang tersebut. Provinsi lain sampai kini masih meminta jika tak mau
disebut mengemis pada pemerintah pusat agar diberikan pelabuhan sekelas
Pelabuhan Krueng Geukuh.
Kini izin sudah di tangan. Hanya
eksekusi ekspor dan impor yang belum maksimal. Doto dan Mualem tampaknya perlu
menyatukan persepsi pemerintah kabupaten/kota agar mempermudah izin untuk
pengusaha ekspor-impor. Soal permodalan, pengusaha bisa meminta pada Bank Aceh.
Tentu memenuhi ketentuan perbankan.
Untuk mendukung sektor ekspor, Dinas
Pertanian Aceh harus peka terhadap perkembangan zaman. Dinas ini harus
meningkatkan produktivitas komuditi pertanian. Misalnya, meningkatkan
produktivitas padi yang saat ini hanya enam ton per hektare menjadi delapan
atau sepuluh ton per hekatre. Sehingga, Aceh bukan hanya swasembada pangan,
namun bisa menjual padi itu ke negeri tetangga. Mari meniru langkah Thailand
yang mengekspor padi ke seluruh Asia Tenggara. Dinas terkait peka dan cepat
tanggap melihat perkembangan pasar. Jangan sampai Aceh memiliki izin impor,
namun minim barang ekspor. Maka, mustahil pengusaha mau menggunakan layanan
pelabuhan di Aceh untuk aktivitas bisnisnya. Jika ada impor, maka wajib ada
ekspor. Ini hukum bisnis yang berlaku sejak zaman nenek moyang kita.
Kawasan
Tengah
Pembangunan kawasan tengah, barat dan
selatan Aceh tentu harus diperioritaskan. Mengingat selama ini kawasan itu
relatif tertinggal dibanding kabupaten/kota yang berada di lintas Medan-Banda
Aceh. Pembangunan Bandara Rembele Bener Meriah merupakan solusi apik untuk
memecahkan persoalan transfortasi udara di kawasan itu. Menko Perekonomian RI
Hatta Rajasa tahun lalu menyatakan pembangunan Rembele bukan sekadar
memperpanjang run way, tapi juga
melengkapi hanggar dan seluruh
fasilitas bandara. Direncanakan, bandara itu bisa mendarat pesawat sekelas
Boing 737 (Serambi/18 Agustus 2013).
Kehadiran bandara kedua terbesar
setelah Bandara Sultan Iskandar Muda itu otomatis mendorong pertumbuhan ekonomi
kawasan sekitar bandara. Sebut saja misalnya, Aceh Tengah dan Bener Meriah akan
mendulang pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor wisata. Ribuan wisatawan
lokal dan mancanegara akan menikmati keindahan Danau Laut Tawar dan gunung
Burni Telong yang terkenal itu. Ditambah lagi, hasil pertanian kawasan itu akan
mudah diangkut lewat jasa transfortasi udara.
Kini, tinggal lagi bagaimana
pemerintah kabupaten/kota setempat agresif melihat potensi ekonomi. Kreativitas
bupati kawasan itu sangat menentukan kemakmuran sektor pertanian dan pariwisata
kawasan tersebut. Pembenahan kawasan wisata dan pertanian seperti kopi, nenas,
alpokat harus segera dilakukan. Jika ada kendala, segera berdiskusi dengan
Pemerintah Aceh untuk memecahkan masalah.
Kualitas
Pendidikan
Mutu pendidikan dasar, menengah dan
pendidikan tinggi wajib segera dibenahi. Selama ini, pembangunan sarana dan
prasarana pendidikan dasar dan menengah sudah sangat memadai. Masalah yang
tersisa adalah distribusi guru yang belum merata, kualitas guru serta kualitas
manajemen sekolah. Jika tiga hal ini dibenahi, maka kita tidak akan mendengar
bahwa Aceh masuk dalam peringkat terbanyak tidak lulus ujian nasional (UN) di
Indonesia.
Doto dan Mualem harus mengintruksikan
agar Dinas Pendidikan Aceh jangan sibuk membuat proyek fisik. Kini, saatnya
membuat program peningkatan kualitas lulusan. Pasalnya, Aceh merupakan salah
satu pintu masuk tenaga kerja asing ketika perdagangan bebas 2015 diberlakukan.
Dinas pendidikan hanya memiliki waktu setahun lagi untuk berbenah. Jika tidak,
maka kita khawatir, tenaga kerja asing akan menjadi pekerja professional
sementara tenaga kerja lokal hanya menjadi security
yang mengantuk di pos satuan pengamanan.
Begitu juga perguruan tinggi. Sebagai
provinsi istimewa, Aceh memiliki sembilan perguruan tinggi negeri. Tujuh
diantaranya Universitas Malikussaleh, Universitas Teuku Umar, Universitas
Samudera, STAIN Gajah Putih, STAIN Malikussaleh, STAIN Zawiyah Cot Kala dan
Politeknik Negeri Lhokseumawe mengalami masalah serius. Kekurangan sarana dan
prasarana, kompetensi dosen yang rendah serta terbatasnya pendanaan dari
pemerintah pusat. Sedangkan Universitas Syah Kuala dan UIN Ar Raniry sebagai
kampus tertua memiliki fasilitas yang memadai.
Untuk itu, ketika Doto dan Mualem
menyetujui penegerian perguruan tinggi itu sudah sepatutnya, Doto dan Mualem pula yang mengawal perguruan
tinggi itu menghasilkan lulusan berkualitas. Diterima pasar tenaga kerja
internasional. Memberikan beasiswa khusus untuk dosen di tujuh perguruan tinggi
merupakan langkah bijak. Saat ini, perguruan tinggi negeri itu telah menerima
mahasiswa miskin dengan beasiswa pemerintah pusat, kini mereka kesulitan ruang
kelas dan laboratorium. Maka, Pemerintah Aceh sejatinya membantu melengkapi
fasilitas itu. Agar aneuk nanggroe nyaman
belajar, meresapi ilmu pengetahuan dan setelah lulus bisa mengimplementasikannya
pada masyarakat. Tentu, kita semua sepakat, salah satu cara mengentaskan
kemiskinan yaitu melalui jalur pendidikan. Maka, mari membangun sektor
pendidikan Aceh.
Selain itu, seluruh SKPA harus
melaporkan seluruh kendala yang dihadapi pada duo pimpinan daerah yang
mengusung ikon Zikir saat kampanye dua tahun lalu. Jangan lagi menganut mazham ABS
(Asal Bos Senang). Idiom kuno itu sudah wajib ditinggalkan dan mari realistis
melaksanakan program pembangunan. Yakinlah, tak ada kendala yang tidak memiliki
solusi.
Terakhir, Doto dan Mualem harus
mengevaluasi kinerja SKPA per triwulan. Sehingga, terlihat
mana SKPA yang berlari cepat, maka
pula yang berjalan lamban, tertatih-tatih seperti kura-kura di atas batu.
Mereka yang lamban patut dipertimbangkan untuk diistirahatkan dari jabatannya.
Mengganti dengan pejabat yang lebih cepat, kompeten dan jujur agar pembangunan
Aceh bisa dikebut. Agar rakyat sejahtera dan Aceh bermartabat.
Kini dua tahun pemerintahan Zikir
telah berlalu. Belum terlambat untuk menyempurnakan program yang telah disusun.
Masih tersisa tiga tahun lagi untuk berlari kencang, mengejar ketertinggalan
Aceh dari provinsi lainnya. Agar kita sejajar dengan provinsi di Pulau Jawa.
Agar Aceh semakin berjaya.
Masriadi
Sambo
Jurnalis dan mahasiswa Pascasarjana
STAIN Malikussaleh Lhokseumawe
Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba
blog 2 tahun Zikir
@DimSambo
Post a Comment