Riba datang Diam-Diam

Friday, June 6, 20140 comments

MATAHARI terik siang ini, akhir Maret 2014. Udara sejuk meruam menyapu wajah kami ketika memasuki gedung berlantai tiga sebuah bank syariah di pusat kota. Bank itu didirikan sekitar enam tahun lalu. Kantor itu bank pertama syariah dibuka untuk provinsi yang memberlakukan penerapan syariat Islam secara kaffah ini.
Wajah Umimu tampak memerah setelah dipanggang matahari. Jam putih bundar didinding bank dicat penuh warna ungu itu menunjukkan pukul 12.00 WIB.
Petugas satuan pengamanan (Satpam) membukakan pintu sambil mengucapkan salam. Ditambah dengan senyum selebar-lebar yang dia bisa. Kami menjawab salam itu dan langsung menuju meja di sisi kanan. Mengisi nomor rekening dan nama Abi pada sebuah kertas berukuran dua jari orang dewasa.
Dua petugas teller tampak santai. Sesekali mereka berdiskusi. Entah apa yang dibahas.  Sedangkan dua petugas custumer service sibuk dengan dengan komputer di depannya. Entah apa yang mereka ketik. Matanya fokus ke monitor.
Selain kami, ada seorang warga yang ingin menarik uang tabungannya. Praktis, kami tak mengantre. Langsung menuju teller yang sedang lowong.  Teller pria itu menyambut ramah. “Assalamualaikum bapak, terima kasih sudah datang. Apa yang bisa saya bantu?” sebutnya ramah.
“Mau setor tabungan,” jawab Umimu ramah. Lalu mengeluarkan segelung uang pecahan lima puluh ribu dan buku tabungan warna ungu. Petugas itu lalu meminta kami melihat ke mesin penghitung uang kertas. Setelah itu, dia meminta kami duduk di kursi depan teller.
Tak perlu menunggu lama, sekitar lima menit, petugas itu telah menyerahkan buku tabungan dan menunjukkan nominal terakhir di tabungan itu. “Terima kasih bapak atas kepercayaannya pada bank kami. Ada lagi yang saya bantu,” ujarnya. Teller di sampingnya juga mengucapkan kalimat yang sama pada warga di depannya.
Umi menggeleng, dan mengucapkan terima kasih serta menjawab salam dari teller pria berambut ikal dengan kacamata minus itu.
Sebelum pintu keluar, Satpam kembali membukakan pintu dan mengucapkan salam. Kami tersenyum. Sepertinya, seluruh karyawan di bank itu menghafal kalimat yang sama untuk seluruh warga yang datang. Tidak pakai perubahan kata atau struktur kata.
Pemandangan di bank itu tentu akan berbeda dengan bank lainnya. Lebih-lebih dengan bank konvensional. Meski daerah ini menerapkan syariat Islam, namun masyarakat belum memperhitungkan kehadiran bank syariah. Buktinya, ketika bank konvensional membuka loket pelayanan sampai 20 unit di kantor cabang, bank syariah hanya dua unit. Masyarakat sampai mengantre minimal sejam baru bisa dilayani oleh karyawan bank konvensional. Penuh dan sesak. Sebaliknya, bank syariah kesepian di pojok kota.
Jika pun ada warga yang menggunakan layanan bank syariah itu jumlahnya bisa dihitung dengan jari. Sehingga, pemandangan sepi selalu terlihat. Miris Nak. Ini daerah yang mendeklarasikan diri sebagai daerah syariat.
Syariat Islam merupakan salah satu kekhusususan Aceh dibanding daerah lainnya di Indonesia. Tentu lebih banyak kekhusususan lainnya seperti mengelola hasil alam, dana otonomi khusus yang jumlahnya triliunan, dana bagi hasil minyak bumi dan gas, plus kelebihan lainnya. Tapi, bukan itu yang Abi ceritakan hari ini.
Pertanyaannya, apa yang salah, sehingga masyarakat enggan menggunakan layanan jasa bank syariah. Tahukah kamu Nak, Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah mengeluarkan fatwa No 20/DSN-MUI/IV/2001 yang mengharamkan bank konvensional. Majelis ulama negeri ini mengimbau agar masyarakat menggunakan layanan perbankan syariah. Guna menghindari riba yang dipraktikkan oleh bank konvensional.
Nak, Abi bukanlah alim ulama. Namun, Abi sudah menabung di bank ini sejak Abi masih lajang dan sejak bank ini pertama di buka. Praktis seluruh tabungan Abi yang jumlahnya tak seberapa itu Abi simpan sejak dulu sampai sekarang di bank itu. Hanya gaji saja yang menggunakan layanan bank konvensional. Itu pun, karena perusahaan mewajibkan menggunakan layanan bank tersebut. Jika tidak, Abi juga pasti meminta agar perusahaan mentsranfer gaji Abi ke rekening bank syariah. Selama ini, jika hari ini kantor menstranfer gaji, hari ini juga Abi tarik ludes melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM). Hanya sisa agar rekening bank konvensional itu tidak ditutup. Seluruh gaji Abi serahkan ke Umimu. Setelah membayar iuran bulanan dan lain sebagainya, jika masih sisa, barulah kami menabung Nak.
Abi bukanlah alim ulama yang khattam segala pengetahuan agama Nak. Pemahaman Abi tentang agama tentu sangat kecil dibandingkan para ulama tersohor di negeri ini, yang memiliki ribuan santri dan puluhan pesantren. Namun, Abi berusaha mempraktikkan apa yang Abi ketahui. Misalnya, soal riba dari sistim perbankan konvensional. Bank syariah menerapkan pola bagi hasil Nak. Tentu bagi hasil ini akan berbeda setiap bulannya. Tergantung kinerja bank itu sendiri. Sedangkan bank konvensional menggunakan sistim bunga. Bank akan menentukan presentase bunga yang akan diberikan pada nasabah sejak awal, dan begitu seterusnya. Bahkan, jika bank itu memperoleh untung besar dari uang yang dikelola, bunga yang disalurkan pada nasabah tetap sama sesuai perjanjian awal dengan nasabah. Ini yang disebut riba.
Tahukah kamu Nak, Allah sudah mengingatkan kita dalam surah Al Baqarah ayat 276 yang artinya Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.
Pada ayat 278-279 surah yang sama, Allah mengingatkan Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka, jika kmau tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan RasulNya akan memerangimu. Dan, jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu,; kamu tidak mengianiaya dan tidak pula dianiaya.
Ayat itu sangat jelas mengingatkan kita tentang bahaya riba.  Sejak memiliki uang sedikit dan bisa menabung, sejak saat itu pula Abi menyimpan uang di bank syariah. Abi tak ingin memakan riba yang datang diam-diam. Tanpa Abi sadari, tanpa Abi sengaja lewat layanan perbankan yang Abi gunakan.
Dalam sebuah hadis Rasul SAW bersabda satu dirham dari riba yang dimakan oleh seseorang dan dia tahu itu (riba) maka lebih besar di sisi Allah daripada berzina tiga puluh enam kali. Bahkan, dosa riba lebih besar dibanding dosa berzina Nak. Berdiri bulu kuduk Abi membaca hadis yang diriwayatkan Imam Ahmad dan Ath Thabrani itu. Sungguh dosa maha dahsyat memakan uang riba Nak.
Pada hadis lainnya yang diriwayatkan oleh Ath Thabrani  Rasul menyebutkan apalabila telah tampak perzinaan dan riba di suatu negeri, maka mereka berarti menghalalkan azab Allah atas diri mereka.
Nak, semoga engkau faham makna hadis itu. Sungguh mengerikan jika negeri ini diberikan cobaan maha dahsyat oleh Allah karena kita tanpa sengaja telah memakan hasil riba.
Nak, hadis lainnya menyebutkan Nabi SAW bersabda riba itu tujuh puluh pintu, yang paling ringan adalah seperti seseorang yang menzinahi ibunya sendiri. Sungguh, hadis ini sangat menggetarkan hati Nak. Sungguh Rasul ingin kita semua ummatnya menjauhi diri dari praktik riba.
Jika kelak engkau dewasa, maka gunakanlah layanan bank syariah. Kita berusaha menghindari riba Nak. Selain itu, berilah pemahaman pada masyarakat tentang bank syariah. Masyarakat masih menganggap bank ini sama dengan bank konvensional, Sehingga tidak diminati.
Jika jadi pemimpin kelak, maka dukunglah berdirinya bank syariah di kantor atau daerah yang engkau pimpin. Sehingga, dari hari ke hari, bank syariah semakin membumi di negeri yang kita cintai ini. Amin.
Share this article :

Post a Comment

 
Support : Creating Website | By Safrizal
Copyright © 2012. :: cerita tentang aceh:: - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger