Nak, sejak kecil Abi selalu
berjauhan dengan Kakekmu. Ketika Abi berusia lima tahun, Abi menetap bersama
Kakekmu, tanpa Adong. Saat itu, Adong sudah bekerja di Aceh Utara sedangkan Nek
Wan bekerja di Aceh Tenggara. Jaraknya sekitar 14 jam perjanalan. Kami baru
bergabung secara utuh ketika Abi berusia delapan tahun.
Ketika Abi berusia 13 tahun, Kakekmu
kembali bekerja di Aceh Tenggara sedangkan Abi tetap di Aceh Utara. Tiga tahun
kemudian, Abi baru bertemu kakekmu lagi. Setelah itu, ketika Abi kuliah juga
tidak bersama Adong dan Nek Wan.
Nek Wan memilih menetap di Aceh
Tenggara, karena di sana, Abi punya ibu satu lagi dan seorang anak buah cinta
mereka. Tiga bulan sebelum kepergian Nek Wan ke alam sana, sebelum Allah
memanggilnya, beliau ditabrak oleh seorang anak muda ketika berdiri di pinggir
jalan di Aceh Tenggara. Kami merawatnya di Rumah Sakit Pusat Adam Malik di
Medan. Dua tungkai kakinya patah.
Masriadi Sambo |
Nak, kita ini orang tak mampu juga.
Abi dan Umi menguras isi tabungan untuk mengobati Nek Wan. Biaya pengobatan
cukup mahal untuk ukuran dompet kita yang sangat tipis.
Itu tak menjadi masalah Nak. Ini
bakti Abi pada Nek Wan, pria yang telah mendidik Abi banyak arti kehidupan.
Sejak Abi bekerja, setiap bulan Abi mengirimkan sedikit rezeki untuk Nek Wan.
Sebulan setelah tabrakan, Nek Wan kembali ke Aceh Tenggara. Dan, Abi kembali ke
Lhokseumawe. Melanjutkan hidup bersamamu dan Umi.
Setiap
bulan, Abi berusaha mengirimkan sebagian rezeki kita untuk Nek Wan. Kami sering
saling telepon. Nek Wan, lelaki yang kuat. Jarang mengeluh. Seminggu sebelum
Nek Wan meninggal dunia, Abi mengirimkan sedikit rezeki kita ke rekeningnya.
Abi mengirimkan pesan singkat dan dibalas dengan ucapan terima kasih. Tak ada
desiran aneh di hati Abi.
Belakangan,
Abi baru tahu, ternyata Nek Wan terbaring lemah di kasur. Lever akut
menggerogoti tubuhnya. Seumur hidup, Abi tak pernah diceritakan tentang
penyakitnya itu.
Abi
berdiskusi dengan Hatta (Pak Cikmu). Malam itu juga, dia berangkat ke Aceh
Tenggara melihat kondisi Nek Wan. Jika kondisinya parah, Abi segera menyusul.
Maklum nak, saat itu, Abi bekerja di perusahaan media. Kantor biro tak boleh
kosong. Sedangkan di sisi lain, banyak teman yang sedang cuti dan istrinya
sakit. Sehingga, Abi terpaksa menutupi pekerjaan mereka.
Setelah
Pak Cikmu tiba di Aceh Tenggara. Ternyata, kondisi Nek Wan sudah parah. Tak
bisa menggerakkan tubuhnya. Menurut cerita, Nek Wan sempat dirawat di rumah
sakit daerah. Namun, alasan biaya, ibu tiri Abi, memutuskan membawanya pulang.
Hari itu juga, Abi meminta agar Pak Cikmu membawa Nek Wan ke Lhokseumawe.
Pertimbangannya, agar kita mudah merawat Nek Wan. Abi dan Umi bisa bergantian
menjaganya. Begitu juga keluarga lainnya.
Usai
subuh, ambulans yang membawa Nek Wan tiba di rumah sakit. Betapa terkejutnya
Abi melihat sosok ringkih terbaring lemah di ambulans. Perutnya membesar.
Sedangkan seluruh tubuh gempalnya seakan hilang. Hanya tinggal kulit yang
menyatu ke tulang.
Nak,
Abi merasa berdosa. Abi tidak mengetahui kondisi Nek Wanmu. Dalam sebuah hadis, Rasul SAW bersabda sungguh kasihan, sungguh kasihan, sungguh
kasihan, lalu salah seorang sahabat bertanya, siapa yang kasihan wahai Rasulullah? Beliau menjawab, orang yang sempat berjumpa dengan orang
tuanya, kedua-duanya, atau salah seorang diantara keduanya saat umur mereka
sudah menua, namun tidak bisa membuatnya masuk surga.
Nak,
Abi pernah meminta Nek Wan menetap di rumah kita. Saat itu, beliau hampir
sembuh dari luka tabrakan. Namun, dengan halus beliau menolak. Alasannya, kita
belum punya rumah sendiri. Masih sewa rumah orang.
“Nanti
jika kau sudah punya rumah sendiri, baru Bapak akan menetap di rumahmu,” kata
Nek Wan, satu sore saat kami menunggu Magrib di pelataran rumah sakit. Abi melatih Nek Wan berjalan dengan
menggunakan dua tongkat. Diselipkan di celah ketiaknya.
“Pak.
Sudah saatnya bapak istirahat. Tinggallah bersama kami, menantu Bapak pasti
menerima dengan baik. Selama ini, mamak juga sangat kami rawat dengan baik,”
kataku membujuk.
Nek Wan bergeming. Lalu bangun perlahan berlatih
berjalan. Abi berjalan di sampingnya. Khawatir kaki bekas operasi belum sembuh
total. Sejak kecil, Abi paling khawatir durhaka pada orang tua Nak.
Dalam sebuah hadis sahih yang diriwayatkan At Tirmidzi,
Rasul pernah bersabda dan menyatakan orang
tua adalah pintu pertengahan menuju surge. Bila engkau mau, silahkan engkau
pelihara. Bila tidak mau, silahkan untuk tidak memperdulikannya.
Bahkan, satu hari seorang sahabat Rasul, Abdullah bin
Amru bin Ash meriwayatkan bahwa ada seorang lelaki meminta izin berjihad kepada
Rasulullah. Beliau bertanya pada lelaki itu, apakah kedua orang tuamu masih hidup? Lelaki itu menjawab, masih. Beliau bersabda, kalau begitu, berjidahlah dengan berbuat
baik terhadap keduanya.
Nak sungguh bahagia, rasanya hati ketika bisa melayani
dan merawat Nek Wan atau Adongmu. Namun, jalan hidup sulit ditebak. Nek Wan
kembali kemari dengan kondisi lemah lunglai. Seluruh dokter di kota ini, Abi
minta tolong untuk memberikannya perawatan terbaik.
Selama sepekan, sosok yang lama hilang itu terbaring
lemah. Kubawa engkau Nak melihat Nek Wanmu. Dia tersenyum. Tak bisa bicara. Aku
bangga, meski engkau masih berusia setahun lebih, engkau sudah bisa mengetahui,
bahwa sosok lemah lunglai itu adalah Nek Wanmu. Mencium kening dan tangannya.
Nek Wan terlihat tersenyum bahagia.
Namun, takdir tak bisa ditolak. Janji Nek Wan dengan
sang pencipta telah tiba. Tepat setelah azan Zuhur, Nek Wan menghembuskan nafas
terakhir. Di sampingnya, Adongmu duduk menemani. Menghantarkan pria yang
dicintainya.
Nak, Abi ini bukan tipe manusia yang mudah sedih dan
menitikkan air mata. Seumur hidup, seingat Abi, Abi tak pernah menangis.
Bahkan, ketika Cicitmu, Nenekku, meninggal dunia, Abi juga tak menangis.
Pamanku meninggal dunia, Abi juga tak menangis. Baru kali inilah Abi menangis
Nak.
Rasanya, air mata itu keluar sendiri. Tak henti-henti.
Abi sudah berusaha menghentikannya. Namun tak bisa.Malu rasanya dilihat orang
lain, Abi mengeluarkan air mata. Namun, Abi menangis Nak. Abi belum bisa
berbuat banyak untuk Nek Wanmu.
Nak, cerita ini kutulis buatmu, agar engkau tahu betapa pentingnya Nek Wanmu buat Abi. Abi berharap, engkau meniru langkahku.
Karena, dalam hadis Rasul sudah jelas-jelas disebutkan
bahwa keridhaan Allah bergantung pada
keridhaan orang tua. Kemurkaan Allah, bergantung pada kemurkaan orang tua.
Nak, tentang berbakti pada orang tua, jauh-jauh hari
telah dituliskan dalam Quran. Bacalah al Ahqaaf ayat 15 yang artinya telah kami pesankan seorang manusia untuk
senantiasa berbuat baik kepada kedua orang tuanya.
Dalam An Nisaa ayat 36 disebutlah beribadahlah kepada Allah, jangan menyekutukan Allah dengan sesuatu apa
pun dan berbuat baiklah kepada orang tua. Berkali-kali Nak, Allah
mengingatkan agar kita berbuat baik kepada orang tua. Namun, apa yang sudah Abi
lakukan belum seberapa Nak. Jasa Nek Wanmu tak mungkin bisa Abi balas sampai
Allah menjemputnya.
Nak, ingatlah pesan ini, sayangilah orang tuamu, Abi
dan Umi serta saudaramu. Percayalah Nak, doa orang tua untuk anaknya langsung
diterima oleh Allah SWT. Aku ingin, engkau menjadi anak yang berbakti.
Post a Comment